Kasus mengenai Hukum Perikatan
Minggu ke -4
Definisi Hukum Perikatan :
- Menurut Hofmann :
Suatu hubungan hukum antara sejumlah terbatas subyek-subyek hukum
sehubungan dengan itu dengan seseorang atau beberapa prang daripadanya
mengikatkan dirinya untuk bersikap menurut cara-cara tertentu terhadap
pihak lain, yang berhak atas sikap yang demikian itu
- Menurut Pitlo :
Perikatan adalah suatu hubungan hukum yang bersifat harta kekayaan
antara 2 orang atau lebih, atas dasar mana pihak yang satu berhak
(kreditur) dan pihak lain berkewajiban (debitur) atas sesuatu prestasi
- Menurut Subekti :
Perikatan adalah suatu hubungan hukum antara 2 pihak, yang mana pihak
yang satu berhak menuntut sesuatu dari pihak yang lainnya yang
berkewajiban memenuhi tuntutan itu
Perikatan didefinisikan sebagai hubungan hukum dalam lingkungan harta
kekayaan antara dua pihak atau lebih yang menimbulkan hak dan kewajiban
atas suatu prestasi
Contoh Kasus hukum Perikatan
tentang Jual Beli Tanah Dinilai
Tidak Berhukum
• Kasus BANDUNG
Akta jual beli tanah Jayeng dari ahli waris Tasrip kepada pemilik Hotel Guma, dinilai cacat hukum. Akta yang disahkan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) itu menyebutkan, tanah seluas 5.440 m2 di Kampung Jayeng beserta bangunan yang berdiri di atasnya dijual oleh Asya, ahli waris Tasrip, kepada Hendra Soegi, pemilik Hotel Guma.
Padahal, menurut Guru Besar Fakultas Hukum Unika Soegijapranata, Prof Dr Agnes Widanti SH CN, sejak puluhan tahun lalu warga hanya menyewa lahan; sedangkan bangunan rumah yang ada di kampung tersebut didirikan oleh warga.”Sejak 1995, ahli waris Tasrip tidak pernah mengambil uang sewa tanah. Sebelumnya, sistem pembayaran sewa dilakukan secara ambilan, bukan setoran. Karenanya, warga dianggap tidak membayar,” kata Agnes dalam pertemuan membahas kasus sengketa Jayeng, di Balai Kota.
Baik dalam kasus perdata maupun pidana, Pengadilan Negeri Semarang menyatakan warga bersalah. Tak puas dengan amar putusan tersebut, warga Jayeng mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Hingga hari ini belum ada putusan MA atas kasus tersebut.
Diskusi pakar hukum yang difasilitasi Desk Program 100 Hari itu, menghadirkan sejumlah pakar hukum. Selain Agnes, hadir pula pakar sosiologi hukum Undip, Prof Dr Satjipto Rahardjo SH, pakar hukum tata negara Undip, Arief Hidayat SH MH, dan pakar hukum agraria Unissula, Dr Ali Mansyur SH CN MH. Arief Hidayat menilai, ada fakta yang disembunyikan oleh notaris PPAT. Jika bangunan benar-benar milik warga, maka ahli waris Tasripien tidak berhak menjual bangunan itu kepada orang lain.
”Jika benar demikian, notaris PPAT yang mengurus akta jual-beli itu bisa diajukan ke PTUN. Sebagai pejabat negara, PPAT dapat digugat ke pengadilan tata usaha negara,” ujarnya.
TakMemutus Sewa
Pakar hukum agraria Unissula, Dr Ali Mansyur SH CN MH mengatakan, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan, jual-beli tidak dapat memutus sewa-menyewa. Dalam ketentuan hukum perdata, sewa menyewa dapat dilakukan secara tertulis maupun secara lisan. Warga Jayeng, menurut Ali, hingga kini masih bersikukuh menyatakan bahwa mereka adalah para penyewa.
Sebaliknya, pemilik Hotel Guma merasa memiliki bukti kepemilikan yang sah, sehingga merasa berhak melakukan pengosongan lahan. ”Selama belum ada keputusan hukum yang tetap, upaya damai masih bisa dilakukan. Harus ada penyelesaian antara pemilik pertama (ahli waris Tasripien-Red), pemilik kedua (pemilik Hotel Guma), dan warga Jayeng,” usulnya.
Sementara itu Kepala Bagian Hukum Pemkot, Nurjanah SH menuturkan, terdapat 32 rumah dan satu musala di kampung Jayeng. Saat ini, ada 55 keluarga atau 181 jiwa yang tinggal di kampung tersebut. Menurutnya, pada 9 Januari lalu warga membentuk tim tujuh sebagai negosiator tali asih. Saat itu pemilik Hotel Guma bersedia memberi kompensasi sebesar Rp 300.000/m2, namun warga meminta Rp 2 juta/m2. Pemilik hotel kemudian menawar Rp 1 juta/m2, namun warga menolak.
Wakil Wali Kota, Mafu Ali mengatakan, Pemkot sudah berusaha memediasi warga dengan pemilik Hotel Guma. Bahkan, beberapa waktu lalu Mafu mengundang Hendra Soegiarto untuk membicarakan kemungkinan jalan damai. ”Namun rupanya, Hendra merasa lebih kuat karena pengadilan telah memenangkan kasusnya. Ia tidak bersedia negosiasi karena merasa menang,” kata dia.
Pada kesempatan itu, Mafu memperihatinkan aksi pembakaran boneka wali kota yang dilakukan warga Jayeng pada unjuk rasa beberapa waktu lalu. Menurut dia, Pemkot sudah melakukan berbagai upaya untuk membuat kasus Jayeng terselesaikan dengan baik. ”Kami sudah berbuat demikian, kok masih ada saja yang membakar boneka Pak Wali. Saya kan jadi perihatin,” ujarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar